Sabtu, 19 April 2014

MAKNA HIBAH WASIAT



Tinjauan Umum Tentang Hibah Wasiat
Hibah dalam bahasa Belanda adalah “Schenking”. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud hibah, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, adalah: “Sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.”[1]
Penghibah adalah digolongkannya pada  apa yang dinamakan Perjanjian cuma-cuma dalam bahasa Belanda “Omniet”. Maksudnya, hanya ada pada adanya prestasi pada satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain tidak perlu memberikan kontra prestasi sebagai imbalan. Perkataan “di waktu hidupnya” si Penghibah adalah untuk membedakan penghibahan ini dengan pemberian-pemberian yang lain yang dilakukan dalam testament (surat wasiat), yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah pemberi itu meninggal, dapat diubah atau ditarik kembali olehnya.
Wasiat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat pada Pasal 874, wasiat disebut juga dengan testamen, dalam pasal 874 dapat dipahami bahwa wasiat, yaitu: “Suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal.”
Berdasarkan asasnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzildig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Dengan sendirinya, dapat dimengerti bahwa tidak segala yang dikehendaki oleh seseorang, sebagaimana diletakkan dalam wasiatnya itu, juga diperbolehkan atau dapat dilaksanakan. Pasal 874 BW yang menerangkan tentang arti wasiat atau testamen, memang sudah mengandung suatu syarat, bahwa isi pernyataan itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
Isi suatu testamen, tidak usah terbatas pada hal-hal yang mengenai kekayaan harta benda saja. Dalam suatu testamen dapat juga dengan sah dilakukan, penunjukan seorang wali untuk anak-anak si meninggal, pengakuan seorang anak yang lahir di luar perkawinan, atau pengangkatan seorang executeurtestamentair, yaitu seorang yang dikuasakan mengawasi dan mengatur pelaksanaan testamen.
Selanjutnya, suatu legaat dapat juga digantungkan pada suatu ketetapan waktu. Menurut bentuknya ada tiga macam testamen, yaitu :
a.    Openbar Testament, bentuk ini paling banyak dipakai, dimana orang yang akan meninggalkan warisan dating menghadap pada notaris dengan dihadiri oleh dua orang saksi menyatakan kehendaknya.
b.    Oligraphis Testament, suatu bentuk testament yang dibuat/ditulis dengan tangan si pewaris sendiri, yang harus disimpan atau diserahkan kepada notaris, dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Sebagai tanggal testament itu berlaku diambil tanggal akte penyerahan. Penyerahan dapat terbuka atau tertutup. Bila tertutup, kelak si pewaris meninggal dunia testament harus diserahkan oleh notaries kepada Balai Harta Peninggalan.
c.    Testament Tertutup dan Rahasia, suatu testament rahasia harus selalu tertutup atau disegel dan diserahkan kepada notaries dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.[2]
Pemberi dalam testament menurut BW (Burgerlijk Wetboek) dinamakan legaat (hibah wasiat), yang diatur dalam Hukum Waris, sedangkan penghibah ini adalah suatu perjanjian, maka dengan sendirinya tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh si penghibah. Dengan demikian Hibah menurut BW (Burgerlijk Wetboek) ada 2 (dua) macam, yaitu: hibah dan hibah wasiat yang ketentuan hibah wasiat sering berlaku pula dalam ketentuan penghibah.[3]
Hibah wasiat merupakan suatu  jalan bagi pemilik harta kekayaan semasa hidupnya menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pembagian harta peninggalannya kepada ahli waris yang baru akan berlaku setelah si pewaris meninggal dunia.
Hibah wasiat dapat dibuat oleh pewaris sendiri atau dibuat secara notariil. Yang mana Notaris khusus diundang untuk mendengarkan ucapan terakhir itu dengan disaksikan oleh dua orang saksi, dengan cara demikian maka hibah wasiat memperoleh bentuk akta notaris dan disebut wasiat atau testamen. Dalam hal pembuatan akta ini Notaris dapat memberikan nasehat kepada pewaris sehingga
akta wasiat yang dibuat tidak menyimpang dari aturan – aturan yang telah ditetapkan yang dapat menyebabkan akta tersebut cacat hukum.[4]
Wasiat atau juga disebut testamen adalah pernyataan kehendak seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap hartanya setelah ia meninggal dunia. Ia dapat memberikan harta kekayaannya kepada siapa pun yang dikehendakinya. Karena hal demikian itu suatu hal yang khusus menyimpang dari kebiasaan dan pemberian semacam itu harus ada pembuktian yang dapat diterima. Maka pemberian itu dibentuk dalam suatu pesan kepada keluarganya. Dengan hibah wasiat maka seseorang yang tidak berhak mewaris, atau yang tidak akan mendapat harta warisan tertentu, ada kemungkinan mendapatkannya dikarenakan adanya pesan atau amanat, hibah atau hibah wasiat dari pewaris ketika masih hidup.
Hukum waris menurut KUH Perdata mengenal peraturan hibah wasiat ini dengan nama testamen yang diatur dalam Buku II bab XIII. Tentang Ketentuan umum surat wasiat, kecakapan seseorang untuk membuat surat wasiat atau untuk menikmati keuntungan dari surat wasiat, bentuk surat wasiat, warisan pengangkatan waris, hibah wasiat, pencabutan dan gugurnya wasiat.
Dipertegas di dalam Pasal 875 BW yang menyebutkan pengertian tentang surat wasiat, yaitu: “Surat wasiat atau testamen adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.”
Testamen atau wasiat menurut Buku II bab XIII Pasal 875 KUH Perdata dapat berisi pengangkatan waris (erfstelling), atau hibah wasiat (legaat). Erfstelling yaitu penetapan dalam testamen, yang tujuannya bahwa seorang yang secara khusus ditunjuk oleh orang yang meninggalkan warisan untuk menerima semua harta warisan atau sebagian (setengah, sepertiga) dari harta kekayaannya (Pasal 954 KUH Perdata). Sedangkan legaat adalah seorang yang meninggalkan warisan dalam testamen menunjuk seseorang yang tertentu untuk mewarisi barang tertentu atau sejumlah barang yang tertentu pula, misalnya suatu rumah atau suatu mobil atau juga barang-barang yang bergerak milik orang yang meninggalkan warisan, atau hak memetik hasil atas seluruh sebagian harta peninggalannya (Pasal 957 KUH Perdata).[5]
Berdasarkan hibah wasiat maka seseorang yang tidak berhak mewaris, atau yang tidak akan mendapat harta warisan tertentu, ada kemungkinan mendapatkannya dikarenakan adanya pesan atau umanat, hibah atau hibah wasiat dari pewaris ketika masih hidup. Di lingkungan masyarakat hal tersebut dapat terjadi terhadap isteri dan atau anaknya yang keturunannya rendah atau juga terhadap anak angkat dan anak akuan.


[1]Ali Afandi. 2000. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. Jakarta: Rineka Cipta, halaman 30.
[2]Titik Triwulan Tutik. 2008. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana, halaman 271.
[3] Ibid., halaman 31
[4]Anisitus Amanat. 2001. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW. Jakarta: Rajawali Pers, halaman 97.
[5]Ibid, halaman  99.